Seindah apa pun huruf terukir, dapatkah ia bermakna apabila tak ada jeda? Dapatkan ia dimengerti jika tak ada spasi? Bukankah kita baru bisa bergerak jika ada jarak? Dan saling menyayang bila ada ruang?
Kita memang tak pernah tahu apa yang dirindukan sampai sesuatu itu tiba di depan mata.
Aku nggak mau sepuluh, dua puluh tahun dari hari ini, aku masih terus-terusan memikirkan orang yg sama. Bingung di antara penyesalan dan penerimaan.
Hati tidak memilih. Hati dipilih. Karena hati tidak perlu memilih, ia selalu tahu kemana harus berlabuh.
Kenangan itu cuma hantu di sudut pikir. Selama kita diam dan nggak berbuat apa-apa, selamanya dia tetap jadi hantu, nggak akan pernah jadi kenyataan.
Kadang-kadang langit bisa kelihatan seperti lembar kosong. Padahal sebenarnya tidak. Bintang kamu tetap di sana. Bumi hanya sedang berputar.
Semua pertanyaan selalu berpasangan dengan jawaban. Untuk keduanya bertemu, yang dibutuhkan cuma waktu.
Kita tidak bisa menyamakan kopi dengan air tebu. Sesempurna apa pun kopi yang kamu buat, kopi tetap kopi, punya sisi pahit yang tak mungkin kamu sembunyikan.
Bertambahnya usia bukan berarti kita paham segalanya.
Banyak hal yang tak bisa dipaksakan, tapi layak diberi kesempatan.
Perjalanan hati itu bukannya tanpa resiko.
Aku kini percaya. Manusia dirancang untuk terluka.
Buat apa ia pelihara luka hati yang cuma bikin matanya berair?
Kamu ingin cinta. Tapi takut jatuh cinta. But you know what? Kadang -kadang kamu harus terjun dan jadi basah untuk tahu air. Bukan cuma nonton di pinggir dan berharap kecipratan.
Jangan lumpuhkan aku dengan mengatasnamakan kasih sayang.
Terkadang keadaan membuat cinta terasa amat menyakitkan. Akan tetapi kesejatian cinta tidak akan pernah berakhir manakala pengorbanan cinta itulah yang menjadi pemeran utamanya. Cinta tidak akan pernah salah. Cinta tidak mengenal batas. Untuk cinta yang bertepuk sebelah tangan sekalipun.
Cinta bukanlah dependensi, melainkan keutuhan yang dibagi.
Kenapa berbeda menjadi begitu menakutkan?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar